Tere Liye "Selamat Tinggal". Pesan untuk Pembajak buku

Cover buku Tere Liye Selamat Tinggal

Sintong merupakan nama tokoh utama dalam novel ini. Berasal dari Sumatra yang merantau ke Jakarta untuk menimba ilmu di kampus besar. Ia masuk jurusan sastra dan membawanya pada pengembaraan yang tidak sederhana. Ya sesuatu hal yang tidak sederhana yang melibatkan antara prinsip hidup dan dunia yang justru ia benci. Perkenalan antara Jazz, Mawar bintang, bunga, dosen dan orang disekelilingnya saling berhubungan satu sama lain. 

Dua sosok perempuan yang membuat hidupnya berubah seketika. Dalam novel, hambar rasanya jika tidak dimaksudkan unsur nuansa cinta dan patah hati. Dua sosok perempuan Mawar bulan Bintang dan Jazz dalam novel Selamat Tinggal selain menginspirasi pembaca, juga memberikan pesan kuat untuk para pembaca di penjuru negeri.

Judul Buku : Selemat Tinggal 

Penulis : Tere Liye 

Penerbit : Gramedia 

Jumlah Halaman : 350 Cetak : 2020 

Harga : Rp. 85.000

Tere Liye tidak asing lagi ditelinga para penggemar novel remaja. Ia merupakan penulis yang cerdas, hampir semua buku yang dibuatnya laku di pasar dan menjadi Best Seller. Rubik yang dikemas, teka-teki serta bahasa yang mudah dipahami menjadi ciri dari penulis Tere Liye. 

Pesan Buku  Selamat Tinggal

Dalam novel Selamat tinggal memang dimaksudkan untuk memberi pesan sekaligus kritik atas situasi yang sudah menjadi hal kenormalan di dunia perbukuan kita. Ya sesuatu yang menjadi penghambat kemajuan di bidang literasi. 

Pesan ini di khususkan untuk penjual dan pembaca. Di Indonesia hampir semua produk yang laku di pasar hasil dari curian karya orang. Entah itu bidang fashion, music maupun perbukuan . Pembajakan menjadi suatu hal yang dianggap lumrah. Masyarakat kita sudah nyaman dengan situasi ini, bidang hukum? Entahlah semua bungkam dan lebih  baik tutup mulut. 

Para penulis bukan diam, mereka bersuara dalam lirih hati paling dalam. Layangan protes bukan pertama atau dua kali disuarakan kepada marketplace. Namun tetap saja. Mereka juga mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan buku bajakan. Para penjual, ah entahlah mereka bahkan menutup mata dan telinga untuk hal yang satu ini. Justru penjual merupakan tombak yang mematikan para penulis. Upeti yang seharusnya dibayar kepada penulis dan penerbit itu lenyap dimakan para pembajak buku. Mereka tinggal menyalin dan menjualnya kembali. Bayangkan tidak hanya satu buku yang dijual di pasar, melainkan ribuan ekslempar  dari ribuan pembajak buku lainnya. 

Selain penjual, penjahat selajutnya ialah pembeli buku bajakan. Mereka hanya mementingkan isi perut pribadi tanpa melirik hati nurani dan akal sehat. Baginya membaca hanya sekedar rutinitas yang lalu begitu saja. Menyerap pengetahuan padahal yang ia baca adalah sekumpulan ide, gagasan dari jerih payah penulis, penerbit, penyunting, hingga percetakan sampai layak menjadi buku.  Tidak mudah memang. Namun hal ini harus disuarakan lantang.

Sebuah Teka Teki?

Sutan pane adalah objek penelitian Sintong, Sutan pane merupakan orang yang lantang menyuarakan kebenaran pada masa orde lama. Ia menghilang dan tak seorang pun tau, kenapa ia lantas berhenti menulis, dan kenapa ia menghilang begitu saja sebelum pecahnya tragedy tahun 1965. Masih menjadi sebuah misteri. Sintong yang selama enam tahun menjadi mahasiswa abadi, ia bangkit kembali mencari cercahan rubik yang hilang sebagai objek penelitiannya. Keputusan Sintong yang selama ini bergulat antara prinsip hdup dan pekerjaan yang terpaksa ia tekuni, ia berani mengambil keputusan untuk pergi dari rutinitas menjual buku bajakan.

Buku tere Liye ini, ditulis untuk kalian dan kita yang selama ini seringkali melahap royalty para penulis. Bukan saja melahap. Lebih dari itu, kita melestarikan budaya pembajakan yang terus eksis. Buku bajakan sudah menjadi problem structural yang dipertahankan. Jika kita tidak menghargai penulis dengan membeli versi asli, lalu siapa lagi

Post a Comment

أحدث أقدم