Covid-19 memasuki angka positif yang terus bertambah, pada saat ini korban positif berjumlah 68.079 per 8 Juli 2020 di Indonesia paska new normal digalakan. Selain covid-19 yang menjadi sorotan utama di Indonesia adalah upaya penolakan jenazah di berbagai daerah. Seperti yang terjadi di Parepare, Sumatra Selatan. Aksi penolakan itu biasanya disebabkan oleh beberapa alasan, terutama alasan kerabat keluarga yang merasa proses pemakaman jenazah yang ketat protokol. Alasan lain dari penolakan jenazah karena dapat menularkan virus di daerah setempat.
![]() |
Alasan ini merupakan hal yang mendasar bagi kerabat korban yang ditinggalkan. Siapa pun itu, kerabat tidak akan rela jika korban covid-19 dimakamkan dengan cara yang tidak normal, tanpa proses dosolatkan, proses pemandian hingga pemisahan tempat makam. Namun, inisiasi pemakan covid-19 harus mempunyai resiko. Kita sadari bahwa covid-19 yang menjadi musuh global ini merupakan fakta yang berkembang. Dengan demikian, proses pemakaman pun harus menyesuaikan standar kesehatan. Terutama bertujuan untuk memutuskan mata rantai angka positif yang terus akan bertambah.
Problem yang terjadi diatas, bukanlah problem covid-19 melainkan problem komunikasi antara pemerintah dan masyarakat. Protokol kesehatan yang sudah diinfokan dan digalakan di berbagai media televisi tidak mampu mendobrak masyarakat bawah tentang kesadaran dan fakta yang terjadi. Sehingga, mis komunikasi ini menyebakan terjadinya keos dibeberapa tempat. Selain itu, komunikasi yang tidak utuh juga menyebabkan terjadinya kesalah pahaman.
- Baca Juga:
- Menuju New Human bukan New Normal
Selain masalah komunikasi, masalah ekternal lainya adalah bahwa peran informasi seperti media tidak sampai ditelingan pendengar yang baik. Artinya, kesadaram melek informasi tentang edukasi covid-19 tidak benar-benar meresap dalam ingatan, apalagi tindakan. Upaya ini bukan minim digalakan oleh media nasional kita. Masalahnya adalah masyarakat kita belum siap terhadap fakta yang terjadi. Kemungkiunan hal ini mimiliki beberapa faktor. Pertama akses informasi yang disajikan tidak merata sampai dengan kelompok di pedasaan. Kedua, Edukasi dan infornasi covid-19 cendrung melangit dalam pemabahasanya. Ketiga, masyakat kita tergolong tertinggal dari masalah literasi. Keempat, terjadinya ketidak percayaan masyarakat terhadap pemerintah. Beberapa faktor tersebut menjadi PR baru bagi kita untuk menangani masalah ini.
Rasa simpati dan empati terhadap para korban atas penolakan pemakaman juga menjadi faktor internal orang-orang tertentu dalam memahami gejala ini. Rasa ketidak percayaan dan ketakutan ini merupakan gejala dasar dari masalah yang terjadi di beberapa wilayah. seperti yang terjadi di Banyumas, Parepare, dan Semarang beberapa pekan lalu.
Kiranya covid-19 yang terjadi bukanlah satu-satunya aspek dari problem upaya pemerintah. Melainkan adanya upaya dan penangan baru agar pemerintah bisa mengambil inisiatif tegas terhadap oknum yang menolak atas pemakaman jenazah. Begiti juga aliansi masyarakat di daerah desa harus memiliki martir, seperti tokoh agama, orang terhormat yang lebih dipercaya untuk menyampaikan informasi ini.
Untuk kasus - kasus di daerah/desa, saya rasa itu disebabkan oleh kurangnya edukasi atau pengetahuan. Bisa jadi informasi yang diterima salah dll. Ingatkah ada berita tentang virus covid menyebar lewat tanah?
ردحذفإرسال تعليق