![]() |
gambar Illustrasi Kartun Eidul Fitri, saat keluarga merayakan dengan suka cita Suumber Foto; Pinterest |
Idul fitri dan puasa Ramadan kali berbedengan dengan tahun-tahun sebelumnya, jika tahun-tahun sebelumnya kita merayakan puasa dengan hari-hari Ramadan dengan penuh riang gembira. Hari ini pun sama, hanya saja situasinya berbeda.
Pandemik virus corona yang dikenal COVID19 telah merubah segalanya. Merubah hari-hari bahkan bukan saja tentang kesendirian anak rantau yang terpaksa harus mengurung diri. Mendengar alunan Takbir dibilik kos meratapi kerinduan yang tidak seperti biasanya. Di awal bulan Ramadan riuh kegembiraan harus terpangkas dengan unsur-unsur medis, mejaga jarak, social distancing, protokol kesehatan hingga issu politik pemerintah dan warga menjadi ajang sorotan warganet. Berbagai belahan dunia pun sama. Sama-sama berbeda sepeti biasanya. Solat masjid ditiadakan, riuh kegembiraan tidak benar-benar menuju libido kegembiraan tahun sebelumnya. Namun banyak hikmah yang perlu dipetik dari tragedi Covid19 ini. Mulai dari kemadirian kesadaran akan .
Menjadi anak rantau adalah pilihan. Bagi saya perantau adalah orang sudah mengikrarkan diri untuk melawan semua ketidak mungkinan. Mededikasikan diri dengan kemandirian bahkan sudah menyiapkan kemungkinan rindu kampung halaman, masakan ibu hingga bermain dengan adik. Semua kemungkinan itu sudah disiapkan rapih-rapih dalam ingatan dan dada. Di tengah pandemi yang penuh ketidak pastian, ketidak mungkinan untuk tetap tidak pulang kerumah bukanlah pilihan yang salah. Takbir di desa perantauna sama riuhnya. Masjid dan surau masih terdengar ditelinga. Namun siapa menyangka bahwa rindu tidak mengenal suara dan bunyi. Melainkan tempat dan suasana dimana kita dilahirkan..
Selamat merayakan Iduk Fitri.. Semoga ibu dan keluarga sehat selalu dirumah..
Sumber Foto : pinterest
jadi teringat dulu waktu rantau di sulawesi saat idulfitri ndak bisa pulang gara kerjaan 😭
ردحذفإرسال تعليق