Hari ini Ehma Ainun najib yang dikenal Caknun genap berumur 67 tahun, bukan waktu yang singkat dalam hidupnya. Disini saya memanggilnya mbah Nun, karena Cak Nun lebih senang dipanggil Mbah, menurutnya sebuah ke akraban sendiri dan kedekatan secara emosional jika memanggil Mbah. Mbah Nun merupakan sosok yang inspiratif bagi saya, Ia banyak mengajarkan saya arti kehidupan, Naif jika saya tidak memberikan do'a dan terimakasih kepadanya. Pemikiran dan gagasanya menjadi salah satu bentuk kehormatan saya kepadanya. Siapa yang tidak mengenal sosok Mbah Nun,? Saya rasa separuh warga Nahdiyin pati akrab dengan nama beliau.
Dikalangan masyarakat modern nama Mbah Nun mungkin tidak se familiar artis kondang dan Da'i terkemuka. Sosok Mbah Nun diawal tahun 2000 an memang jarang menampilkan dirinya dilayar TV. Hanya saja ia berhijrah dan mencoba mengurung diri dari sorotan media. Mbah Nun pun tidak mengenalkan dirinya ke banyak dan fokus pada masyarakat bawah dan plosok, sekalipun ada ia hanya hadir untuk keperluan mengisi diskusi di kalangan mahasiswa. Bermula saat saya mengenal Mbah Nun sekitar 5 tahun lalu saat saya baru menginjakan kaki di negri gudeg tepatnya saat beliau tampil mengisi acara bersama Kiai Kanjeng di UIN Yogyakarta. Kesan pertama yang saya temukan bahwa beliau merupakan sosok yang bukan saja disegani dari cara dakwahnya melainkan karya-karya buku yang saya beli setelah mengenalnya.
Membaca buku karya Emha Ainun Najib adalah membaca suara langit yang terdengar oleh penduduk bumi. Ia menampilkan karya buku dengan bahasa mudah dan dapat dipahami namun sebenarnya merupakan pesan langit. Saya mulai membaca karya dan mengoleksi bukunya. Seperti Markesot Bertutur, hingga yang menurut saya paling berkesan adalah buku berjudul " Gelandangan di Kampung sendiri " karya bukunya mengangkat isu sosial, budaya dan agama bahkan sejarah, ia menampilkan dengan bahasa lisan dan kritik yang halus. Tulisan dan gagasanya ini yang membuat saya memahami konsep cara pandang sebelum biasanya. Gagasan dan pemikiranya Mbah Nun melampaui zaman dan berkonotasi pada kritik sosial dengan bahasa halus dan terkadang jenaka.
Konsep pemikiran beliau terkonsep pada pemikiran tasauf, rasional ilmiah namun tidak kaku dalam memahami teks. Buktinya ia mampu mengakomodir masyarakat semua golongan untuk diajak diskusi atau dawuh beliau mampu menembus sekat yang tidak memandang kasta, bahkan jamaahnya tergolong berbagai macam dari uisa yang muda sampai tua, yang sopan hingga para begubdal. Senyum para jamaahnya terpandacar pada setiap kali ia ada dikerumunan, tidak ada kata yang menjerumuskan manusia pada neraka melainkan pesan cinta yang selalu disampaikan.
Menegenal mbah Nun adalah mengenal masyarakat kecil dan menganggap dirinya kecil, beliau mampu belajar dari orang kecil dengan hidup sederhana dan berbaur degan semua kalangan. Pesan yang disampaikan bukan saja dalam bentuk lisan melainkan tindakan dan cara ia menyampaikan pesan. Ditengah ketidak siapan masyarakat modern. beliau hadir sebagai sosok yang multidimensi. gagasan rasional dan ilmiah bisa tersampaiakn dengan baik dan terserap ditengah situasi seperti hari ini.
Entah beberapa tahun lagi untuk menghadirkan sosok seperti Mbah Nun, Pemikiran rasional spritualnya mengimani cara pandang saya dalam bermualamah dengan manusia ditengah banyak para Dai selalu mengahadirkan perkara halal dan haram, ia menyampaikan dengan pesan cinta. Dari sedikit tulisan yang sampaikan tidak mewakili belia seutuhnya. Saya hanya menganggumi beliau sebagai manusia mulia diantar jutaan manusia. Hal yang lebih penting bahwa keutamaan pesan dakwah ada pada cinta dan itu saya dapatkan dari Mbah Nun. Selamat Ulang tahun Emha Ainun Najib semoga neliau bisa mengilhami generasi muda hingga seribu tahun lagi.
إرسال تعليق