Kalimat Sepenggal Yuval Noah Harari dalam buku "Homo Deus " mempunyai makna yang hidup kembali bagi saya. Sebuah kalimat yang memenggal Krisis Kemanusiaan di abad dua satu setelah jutaan manusia mati karena peperangan, kelaparan, bencana, konflik Militer dan wabah virus mematikan. Kelaparan misalnya telah mematikan enam juta warga Perancis tahun 1692, disusul tahun setelahnya di Estonia, Firlandia Skotlandia. Populasi manusia separuh dari distriknya mati kelaparan
Tsunami wabah epidemi mematikan sebenarnya bukan pertama kali terjadi. Bahkan telah terjadi pada dekade 1330 M di Asia timur, Eropa, Afrika dan pesisir Atlantik yang menewaskan 75 juta bahkan 200 juta umat manusia melalui virus yang dinamakan Yesina Pestis (penyakit kutu) hingga separuh abad 20 yang menyerang Afrika Barat seperti Ebola, Flu, HIV AIDS yang pada saat itu dunia medis dinilai gagal dalam menemukan vaksin virus HIV AIDS.
Penyakit yang disinyalir lahir di Wuhan China telah berdampak pada entitas peradaban manusia abad dua satu, dimana teknologi kesehatan yang telah berkembang harus mati terdiam menghadapi virus baru yang bernama Coronavirus. Bukan hanya dari segi medis kesehatan, dampak ini juga telah memasuki sela sektor ekonomi dunia hingga krisis moral yang saya nilai telah menjangkit paruh kemanusiaan di negri kita.
Setelah terdengar penyakit ini memasuki Indonesia, masyarakat kita mengalami "Moral panic" yang berlebihan, moral panic yang saya nilai merupakan sikap protektif yang melindungi dirinya dalam skala yang besar dan serempak. Tentu hal ini tidak diindahkan dan memang virus ini menjadi tambah garang ketika media yang menciptakan.
Sorotan utama yang saya lihat adalah bagaimana manusia telah mati nurani mengambil pundi-pundi keserakahan materi yang disembahnya melalui penjualan pelindung Udara (Masker) dengan harga yang melampaui batas. Materi seolah telah menjelma menjadi Tuhan-Tuhan baru bagi kesenangan manusia "Ego Centris" ini, dan perut yang kenyang merupakan virus ampuh bagi matinya kemanusian. Diluar dari prinspip ekonomi Adam Smith bahwa manusia sebagai Homo Ekonomis juga harus menciptakan nilai eksistensi manusia sebagai mahluk yang bermoral, beretika dan bernaluri. Eksistensi manusia dalam teori Marx tidak selamanya berpaku pada nilai nominal melainkan nilai rill terbentuknya manusia pekerja keras dengan segala naluri akal dan kecerdasan almiahnya.
Stock masker yang melambung tinggi serta oknum pedagang telah memanipulasi harga pundi keserakahan. Kesempatan berwujud menjadi Setan "Devil" yang hidup melahap entitas manusia yang bernilai tinggi harganya. Masyarakat offer konsumtif yang serakah telah menaruh tumbal bagi sesama manusia demi kepentingan materi. Ini merupakan simbol bahwa peran sifat Individual kembali gagah ketimbah kepedulian terhadap orang disekelilingnya. Masyarakat bawah dipedesaan tidak lagi memikirkan stok masker yg telah habis dijual oleh mereka yang lapar dan serakah. Hanya orang yang berongkos saja yang melindungi dirinya dari ancaman virus ini.
Tentu saya tidak meyalahkan manusi yang memprotek dirinya, melainkan fenomana sosial yang saya anggap berlebihan. Virus ini memang telah memakan korban yang terbilang menelan nyawa kurang lebih 3000 penduduk China dan negara lainya, melainkan cangkupan perubahan sosial yang terjadi nampaknya sebagai gejala virus yang bukan saja mematikan nyawa manusia melainkan redupnya entitas kemanusiaan.
Menariqq...!
ردحذفإرسال تعليق