Politik dan keambiguan Masyarakat kita



Pemilu sudah selesai. tidak ada lagi yang perlu diperdebatkan. saya rasa hanya satu hal,mari kita rajut persaudaran dan kedamain antara kita. itulah rangakain dari banyaknya kutipan yang beruansa bijaksana. lalu apakah begitu saja kalimat itu terlontar dari orang yang bijak? ketika masa pemilu lebih dari setengah tahun. di media massa, perterungan pendapat, sudah menjamur dan tertanam dalam kepala. ?

masuknya informasi yang diserap secara beransur dalam otak membuat akal dan hati sulit merima kebenaran secara obyektif. kebenaran itu hanya dimiliki diri sendiri, apalagi informasi yang selama ini diterima adalah racun kebencian, fitnah yang membuat akal dan hati tak mampu rasional dalam menerima kebenaran.

Akal menyerap infomarsi lalu diserap dan diproses kedalam ingatan yang mampu mengubah gaya laku tindakan. informasi yang masuk sesuai dengan kadar norma kebaikan yang berlaku. jika infomasi itu baik. akan memproses stimulus wacana kebaikan. apabila infomasi itu berupa racun dendam dan hal buruk. maka akan tertanam kesadaran buruk berupa tingkah dan prilaku yang sering tak sadar merubah diri kita.

Permasalahan ini terus belanjut ditambah lagi kita memasuki masa Post modernisme, masyarakat kita belum mampu menyerap dan mensortir informasi. berita yang diserap langsung dikejewantahkan oleh hati bukan akal, sehingga informasi yang benar adalah yang sesuai dengan apa yang kita suka. ditambah lagi dengan minimnya minat baca masyarakat kita yang mudah menerima informasi secara emosinal. dari serangkaian aktifitas yang selama ini terjadi adalah masyrakarakat yang mudah marah dan memusuhi sesama. hal ini bukan hal yang baru terjadi, bahwa ini adalah kewajaran bahkan seluruh dunia. bahwa permusahan, kedengkian selama manusia itu masih ada nyatanya sulit untuk dipersatukan.

Perubahan sosial secara masif dilihat bukan hanya dari wacana ekonomi, budaya ataupun pendidikan. perubahan masyarakat secara komunal terjadi dari banyak faktor. dalam ranah idiologi sebut saja semangat kapitalisme yang merenggut harga martabat manusia dalam melihat matraislime sebagai tujuan dan gaya hidup. gaya hidup positifistik yang mengarah pada ranah rasional matematik yang tidak mempertimbangkan hati dan telogi agama. 

Dalam ranah politik acara 5 tahunan namun cukup memberikan signfikan yang cukup masif bagi perubahan watak individu seseorang maupun masyarakat. sumber yang terjadi disebabkan oleh minimnya pendidikan politik dan kedewasaan dalam menyikapi persoalan. elit politik tak cukup waktu untuk mengelola dan mendapingi masyrakat untuk bijak dalam menyikapi perbedaan. yang seharusnya lebih bijak dan mengkontrol hal ini ini adalah penguasa dan elit politik yang membimbing dan megawasi langsung masyarakat bawah. sehingga perbedaan pertengkaran dapat direndam melaui pendidikan. 

pendidikan politik bisa saja dilakukan dengan cara sosilisasi, maupun seminar seminaar dikalangan pelajar. pemberian ini memang tidak seutuhnya membendung arus kebencian yang mewabah. setidaknya menutup celah dan merendam sedikitnya kedengkian agar arif dan bijaksana. dalam ranah kutural mahasiswa ikut medampingi dan meberikan rasa aman. sebagi sosok yang berpendidikan justru meberikan alternatif untuk menjembatani pola interaksi masyrakat, meski secara politis mereka berhak menentukan pilhan. lalu, ketika anda ditanya dengan lawan pilihan anda. apakah anda mau melepas atribut pilihan anda untuk segelas kopi yang lebih pintar dari kewarasan anda?
            

Post a Comment

أحدث أقدم