TRANFORMASI TUJUAN HMI, DALAM FILSAFAT KESDARAN DAN FALSAFAH HIDUP JAWA


Orientasi dan Pergerakan HMI telah mengalami perubahan karna tantangan zaman yang berbeda. yang awalnya berupaya untuk menyiarkan dakwah islam dan meneguhkan kembali nilai nilai islam, mengalami inovasi dan perubahan pola problem yang ada. neoliberalisme serta budaya konsumtif yang mendukung adalah salah satu dari banyaknya problem baru yang kita temui.

Dalam Upaya untuk merealisasikan tranformasi Tujuan HMI, adalah dengan beberapa filsafah kehidupan yang mesti dijalani. tahapan ini penulis berupaya untuk melihat dari sisi yang berbeda. dalam tahapanya. Ilmu pengetahuan akan menjadi baku dan sekedar informatif jika tanpa disadari oleh perbuatan. hal yang paling puncak dalam perubahan adalah melakukan apa yang telah diyakini dan disadari. Menuut Paolo Praire Kesadaran terdiri dari tiga macam, 

Pertama , adalah kesadaran fatalistis. Kesadaran ini didorong berdasarkan keyakinan dan ilmu pengetahuan merupakan bentuk kesadaran yang berafliasi pada keyakinan sendiri atas sesuatu. biasanya akan melahirkan kekeliruan. mereka tidak sadar dan pasrah akan sesuatu. Kedua adalah, Kesadaran Fasif. mereka mengetahui informasi, wacana dan pengetahuan namun belum cukup ilmu untuk mempraktikan, yang bahanya adalah sebatas debat, dan wacana tanpa action. berbeda dengan dialog yang bermaksud menemukan titik masalah. Terakhir adalah Kesadaran Kristis. ia yang mengerti masalah dan merumuskanya sekaligus mempraktikan dalam setiap kegiatan harianya.

Terciptanya mahasiswa Insan Ulil albab bisa belajar dari fisafah kejawen. dalam filsafah kejawen manusia sama tingkatanya dengan Alam sekitar, Alam dijadikan teman , dalam petetemuan ini selaras dengan nilai Islam , bahwa manusia sebagai khalifah yang melindungi dan menjaga alam. manusia sebagai mikrokosmos yang memiliki unsur unsur alam ( makrokosmos), pada diri manusia terdapat unsur air, udara, tanah api. filsafat jawa sangat memperhatikan keluawesan akan budi pekerti, tata krama. hal ini sekaligus mengritis tentang gaya hidup modern yang sedikit menghilang keluwesanya dalam wacan ilmu ndaelem atau kepribadian. 

Ilmu berbeda dengan Ngilmu , dalam hal ini kita harus melihat bahwa wacana yang seharusnya diteguhkan pada kesadaran Kader bukan sebatas ilmu, yang memiiki unsur obyektifitas dan validias, melaikan harus ngelmu yang berti belajar dan mampu mnyelami nilai nilai kehidupan, yang sifatnya immateril. filsafah jawa sangat erat dengan fisafat timur yang melihat unsur mikrokosmos pada sendi kepribadian individu. dalam ajaranya biasaya mereka bersemedi, membersihkan jiwa yang betujuan untuk menciptakan pribadi yang tangguh, menundukan hawa nafsu dan ego, serta menjadikan diri mereka berdekatan dengan Tuhan. tak salah jika kita menegok bagaiman upaya dakwah walisongo yang lebih melihat masyrakat jawa sebagai masyrakat yang memiliki ikatan batiniah dengan pendekatan tasauf dan kultur pada saat itu.

Tujuan HMI selanjutnya ialah bertanggung jawab atas tatatna masyrakat yang diridhoi Allah. dalam konsep Khittah perjungan, HMI melihat bahwa terbentuknya tatanan masyrakat diliahat sebagai Ummah yang dalam pengertianya disebut kasih adalah karakter ibu. lalu bagaimana melihat reaita yang ada. terbentuknya kader yang peduli sangat mungkin bereda dengan tujuan. hal ini dibenturan oleh problem mentalias mahasiswa serta budaya yang sedikit semakin compang ke arah pembentukan karakter beyond self. yang perlu disadari adalah bahwa kader HMI seharusnya dilekatkan dengan kesadaran being.  Artinya upaya untuk mendekatkan diri, ikut serta merasakan apa yang menjadi keresahan dan kefasihan masyrakat sekitar. 

Banyaknya proker kerja yang gaungkan terkesan pendekatan masyrakat seperti seremonial. dalam falsah jawa dikenal juga dengan falsafah untuk menyempurnakan kehidupan, seperti Memayu hayuning Bawana sebagai watak yang tidak memtingkan diri atas nafsu dan ego yang menjerat dengan tujuan  untuk penyelamatan dan kesempurnaan. Kader perlu dibujuk agar melihat problem bukan hanya dalam internal keorganisasian namun pembelajaran terkait membungkam ego dan kepentingan diri. dengan cara menghimpun kader dalam menjawab persoalan sekitar.


Untuk menciptakan kader yang memiliki ahlakul karimah seperi nabi, mempunyai banyak pisau analisis, dari segi agama, filsafat barat hingga falsafah jawa. pembentukan karakter tidak serta merta berubah hanya dilandasi dengan pengetahuan. adapaun kesadaran pula memiliki faktor lain yang melingkupi. tranformasi tujuan HMI dilihat dari falsafah jawa, terlihat memang sunnguh relevan, kerena melihat konflik pribadi yang menjadi persoalan. dimana tantangan budaya matrialisme, pragmatisme dapat mengubah orientasi kehidupan, termasuk perkaderan. adalah dengan mengahayati tiap persoalan, dan pembentukan pribadi juga dalam melihat wacana perubahan kader HMI yang lebih baik.
           








Post a Comment

أحدث أقدم