Revitalisasi Moral Pancasila





Dewasa ini moral yang menjungjung tinggi pemuda bangsa telah kehilangan jati dirinya. Pancasila sebagai pedoman bangsa dan sebuah pandangan hidup telah lepas dari nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Niai ketuhanan  permersatu menjadi sebuah pemahan tunggal dalam satu kebenaran,hal ini tertuang dalam sila pertama ” ketuhanan yang maha esa”. Keadilan di negri ini pun menjadi ironi bagimana telah tergambar oleh penegak hukum  yang tidak lagi  memanusiakan manusia, rakyat jelata yang tidak mengetahui hukum formil harus dipaksa memhami hukum, serta posisi hukum yang harus tunduk kepada elit politik.  Moral yang menjadi piral penting bangsa tidak mampu membendung arus globalisasi maupun modernisasi yang menjadikan pola pikir bangsa mempengaruhi pemuda yang berprilaku hedonis, apatis heportunis dan kosumtif.

Dalam sejarahnya Indonesia merupakan Negara yang beraneka ragam budaya, kultur bahasa dan rasnya yang bermacam macam, Hindu Budha dan Islam telah menjadi suatu kepercayaan yang melakat dalam diri warga pribumi. Hal ini lah menjadikan Negara pluralis dalam  segi pemahaman  dan budaya setempat yang beraneka ragam. Lahirnya pancasila tidak serta merta datang begitu saja, melainkan melalui proses panjang sejarah lahirnya Negara. Sifat dan moral serta adat istiadat yang tertananam dalam masyarakat adalah rumusan pancasila itu sendiri. Bagaimana Pancasila telah melewati fase- fasenya hingga menjunjung tinggi kedaulatan  yang ahirnya  merebut kekuasaan imprialis Belanda dan Jepang, menjadi cerminan khusus dari nilai-nilai perjuangan yang terkadung dalam rumusan Pancasila.

Seiring berjalanya roda kehidupan yang terus bergulir mengalami restorasi perubahan akulturasi budaya setempat, hal ini didsari oleh arus globalisasi dan modernisasi yang tidak dapat dibendung sehingga dapat merubah pola pikir, pola sikaf dan pola tindak masyarakat. Teknologi informasi dan media elektronik maupun cetak yang kini sangat mudah diakses telah melewati batas sewajarnya, hal demikian memang sangat membantu untuk mengetahui  informasi dalam siklus global, regiaonal, maupun nasional, akan tetapi hal ini sangat bepengaruh buruk bagi mental pemuda bangsa. Mental bangsa yang kemudaianpun tidak relevan lagi dengan nilai moral pancasila sebagai manusia yang beradab. Pergaulan bebas yang tidak mengenal kondisi tempat dan waktu, kasus pemerkosaan, pelecehan sexsul penindasan, dan narkoba hingga pacaran yang melebihi batasan sewajarnya adalah cerminan bagian kecil dari pola tindak pemuda yang katanya kekinian. Pola fikir dan pola sikappun tergambar bagaimana pemuda saat ini mencotohkan budaya barat yang dianggap mengikuti tren masa kini tanpa melihat dan meninjau kembali aspek baik dan buruknya.

Menurut hemat saya pengaruh pembentukan pola fikir dan tindak yang mengalami akulturasi dipengaruhi dua aspek.
Pertama, ketidak mampuan memfilter budaya buruk
Awalnya Indonesia merupakan bangsa yang beradab sesuai dengan nilai- nilai pancasila yang terkandung, jika dahulu prilaku bnagsa Indonesia itu sendiri adalah nilai pancasila,  dan sekararng kita mempelajari bangsa kita terdahulu.karakter ini bisa dilihat dari tata karma budaya Indonesia yang masih diterapkan oleh budaya jawa, Sumatra sunda dan daerah indonesi lainya hingga sekarang. Nilai inilah salah satu gagasan konsep filsafat pancasila yang Hingga kini bangsa indonesia  sedikit demi sedikit mengalami akulturasi budaya lain, terutama budaya barat. Hal ini memenag tidak bisa dipisahkan dari sejarah penjajah Belanda dan jepang itu sendiri. Namun kala itu warga pribumi masih bisa memfilter budaya barat yang baik, dan menyingkirkan budaya buruk . pembntuka  moral yang terus menerus dibenturkan hingga bangsa sendiri lupa akan jati dirinya akan moral bangsa dan nilai pancasila.

Kedua, arus modernisisi yang terus mengalami restorasi.
Media sosial dan akses internet yang sangat mudah dijangkau memberkan peluang besar pengaruhnya bagi jati diri pembentuka karakter bangsa. Semenjak arus globalisasi yang tidak bisa diberhentikan, masyarakat sangat mudah untuk memilah memilih bahakan sulit untuk membedakan baik dan buruknya. dalam arti menyalahgunakan teknologi tersebut. Media sosial yang kini marak bukan lagi sebagai alat untuk media komunikasi akan tetapi sudah menjadi bahan ajang untuk mencari eksistensi diri. Parahnya lagi banyak hal yang buruk yang dipertontonkan justru menjadi hal yang dibanggakan. Melakikan hal bodoh dengan merendahkan diri sendiri.

            Lalu bagaimana peran pemerintah saat ini,? Dan peran individu  pemuda kedepan? Dalam hal ini  masyarakat tidak bisa menyalahkan Pemerintah, akan tetpi peran pemerintah mempunyai peran penting dalam hal membantu terbentuknya tatana masyarakat yang bermoral,.bukan kah pendidikan di setiap institusi mengajarkan moral dalam setiap silabus agama. Atau memamang pemuda era kini sudah terlalu nyaman akan fasilitas yang ada sehingga tak heran bangsa Indonesia sudah terjajah oleh budaya bukan dengan senjata perang melainkan asupan nutrisi budaya barat yang tidak dapat difilter kembali. Sejarah bukan lagi sebagai bahan refleksi diri untuk mengambil hikmahnya melankan hanya sebatas dongeng. Ada beberap soslusi yang dapat melaju untuk Indonesia kedepan yang lebih baik.
Pertama, Tanamkan nilai nilai agama sejak dini. 

            Setiap agama khususnya di negri nusantara sendri tentunya mengajarkan kebaikan dan kebenaran. Nilai agama ini lah yang seharusnya di terpakan dalam aspek kehidupan bermasyarakat, bukan hanya sebatas logo sentris agama. Niali nilai agama seharusnya sudah tertananam sejak dini dengan belajar membaca al quran dan penanaman karakter dari lingkup keluarga yang lebih ditekankan pada aspek ini. Karna bimbingan karakter agana yang ditanamajkan sejak dini akan menentukan pribadi yang bermoral
Kedua, ada kebijakan pemerintah dalam member batasan penayangna televisi
Peran pemerintah sangat strategis dalam menjalankan peraturan dan batasan bagi setiap program jam tayang Tv. Tayangan Tv saat ini lebih banyak menyaangkan hiburan saja, tanpa diasub oleh hal uyang mendidik. Jam tayang Tv harus diatur sedemikian rupa, memisahkan antara jam tayang hiburan dan pendidikan yang lebih banyak. Asupan Televisi yang tidak mendidik yang di tayangkan secara terus menerus akan memberikan dampak skologis anak untuk menirukan apa yang ditontonya.
Ketiga. Pendidikan di Indonesia belum sepenuhnya ideal.

            Pendidikan bukan hanya diberikan  di dalam ruang kelas saja, yang bertugas mengajar hanya mereka yang bersatrtus sebagai guru, memelui pelajaran silabus ektra maupun non ekstak. Pendidik idealnya menempatkan status guru sesbagai orang tua kedua setelah dirumah. Dengan melalukan pendekatan persuasive anatara guru kepada setiap individu peserta didiknya, di Indonesia sendiri penentuan kelas Ips, Ipa maupun Agama serta bidang jurusan lainya pada tingkat SLTA ditentukan berdasarkan kwalitas nilai anak dalam menentukan kelas. Mungkin sebagian sekolah yang masih menggunakan kebijakan ini. Seharusnya peserta didik diberikan kelas berdasarkan apa yang diminatinya dalam bidang jurusan maupun bidang seni, music, theater dan sebagainya. Semua hla ini untuk menunjang bakat dan minat siswa. Fenomena peserta didik Indonesia telah kehilangan jati dirinya, sekolah yang seharusnya di didik dengan kejujuran dan keterbukaan. Justru harus ditananm kan mind set untuk melihat angka dan nilai sebagai parameternya. Tak jarang jetika masuk PTN dan kerjapun berdasarkan tolak ukur angka.

            Anis baswedan dalam qoutenya “kekayaan terbesar sebuah bangsa adalah sumber daya manusianya”, bukan sumber daya alamnya. Ini bisa menjadi gambaran bagi bangsa kita sendidri sebagai refleksi untuk bangsa kedepan yang lebih baik.. Jangan salah kan hukum dan pemerintah sebagai pemegang kebijakan. Mualailah bangun kesadaran setiap individu bangsa sejak didni dengan menamkan nilai niali pancasila.


Post a Comment

أحدث أقدم