Dewasa ini tepatnya satu tahun yang
lalu ada istilah baru bagi kaum muslimin yang menjadi polemik umat islam Indonesia
pada umumnya, yaitu Islam Nusantara yang di deklarasikan ketika Mukhtamar NU
oleh Said Aqil Siraj selaku ketua Umum
PBNU, tak ayal dari bebrarpa kyai yang megiyakan hal tersebut dan sebagian mengadung
polemic pemahaman yang tidak selaras dengan yang di maksud. Secara umum
pemahamna manusia terbagi menjadi dua
katogri alot dan elastis. Perbedaan tersebuat bisa dilihat dari segi kemampuan
memanfaatkan terobosan terobosan baru yang muncul dari manapun sumbernya.
Adapun pemahaman kolot yaitu mereka yang tidak mau meneriman segala bentuk
pemikiran barat di luar ketentuan yang ada dalam nash al qurana, gerakan
pemahan ini wahabiyah maupun islam fundamentalis yang ingin memurnikan ajaran
Al_quran secara utuh. Di Indonesia sendiri ada dua segi pemahaman yang mewarnai
pemikiran kaum muslim dari golongan modern dan tradisionalis, pemahan modern
beraliansi agar pelaksaan akidah dan ibadah di amalkan sesuai dengan ajaran
aslinya begitu juga sebaliknya yang menghendaki bahwa segala amalan yang
menjunjung syiar Islam atau akidah boleh dilaksanakan asalkan tidak ada
melarang seperti Tahlilan, tahlil, qasidah dll. Pemahan tersebut mawakili
pemahaman islam trasionalis
Bagi umat muslim yang pro akan
maksud Islam Nusantara mereka yang mengkaji sumber tersebut bukan hanya dari
bimbingan Al quran dan hadis. Mereka memahami dan membenturkan hal tersebut
dengan Moral, budaya dan sejarah islam di Indonesia. Bagaiman kultur budaya
yang sudah terparti dalam diri setiap warga pribumi Indonesia telah melekat dan
tidak dapat terpisahkan dari akar rumput budaya dan ajaranya yang nenek moyang
yang dipercayainya. yang mencangkup nilai moral etika dan budaya. Hal tersebut
tidaklah lepas dari pengaruh sejarah Indonesia yang mengalami proses
pembentukanya sejarahnya mulai dari masuknya agama Hindu dan Budha sebelum
islam masuk dan sesudah Islam masuk ke bumi Nusantara. Pembentukan karakter dan
budaya tidak ayal lepas dari konteks Al quran dan sunnah, karna memang hal
tersebut tidak ada ajaranya. Misalnya ritual sesajen sebagai bukti syukur atau
tahlilan yasinan untuk memberikan doa kepada sanak krabat yang sudah meninggal.
hal ini merupakan pembentukan jati diri umat Islam pada masa sebelum Islam
masuk. Budaya sesjaen awalnya merupakan kepercayaan asli pribumi akan
penyambutan awal tahun menurut kalender jawa dan kemuadian setelah islam masuk
dakwah islam mengajarkan sesuai dengan buadaya yang ada namun di ganti dengan
niali nilai islam, dari bacaanya misalnya. Hal inilah yang melekat hingga
sekarang . Berbeda dengan pemahaman islam skriptualis atau islmas
fundamentalis, dalam memahami Islam
Nusantara dikaji dalam hal yang diluar
dari Al-quran dan Asuunah, bukan karna tidak mampu memahami kontekstual
masyrakat pribumi tapi karna memang mereka mehami ayat Al quran sebagai ajaran murni yang mencangkup nilai
aqidah dan ibadah saja yang tidak dapar terkontaminasi oleh budaya istiadat dan
budaya dari segi mana pun. Menurut hemat
saya hal ini dilatar belakangi oleh keaneka ragaman pemahaman saja. wallualam
إرسال تعليق