Risalah Menasehati diri

Gambar orang solat dan berdoa

Menerka-nerka kapan kita akan pergi dalam dunia ini tidak dapat diprediksikan. Dunia kita selalu dihinggapi oleh problem kehidupan yang dapat kita pelajari. Bagi kita yang memegang prinsip nilai agama. Kita tidak boleh berputus asa. Atau mengeluh dalam menghadapi cobaan. Sejatinya, cobaan dapat kita  terka sebagai sebuah ikhtibar dalam memperbaiki diri. Artinya mempelajari kemungkinan hal tidak terulang kembali. Selain itu cobaan juga kita prediksi sebagai teguran dari Allah SWT. agar kita dapat berhati-hati.


Ujian dan ikhtibar tersebut keduanya memiliki pelajaran berharga. Kita sering kali mencari-cari makna hidup. Pertanyaan pertanyaan yang terbenam di kepala, seperti untuk apa kita hidup di dunia. Bagaimana kita seyogyanya menjalani hidup yang benar. Dan sekelumit pertanyaan yang dicari manusia, tujuan tersebut hanya satu untuk apa ia Hidup? Kebahagiaan sering kali hadir juga dalam bentuk yang beragam. Persepsi keinginan dan kesenangan yang kita maknai sebagai kebahagiaan tidak selamanya di restui oleh perintah agama.


Agama dan nilai sosial dalam hidup kita sehari-hari kian hari kian lepas dari moral kita. Kita disinggung kan oleh berbagai macam godaan dunia yang materialistik, serta sikap manusia yang semakin hari semakin konsumtif. Nafsu hewani kita yang tidak dapat dikontrol dengan baik. Menjadikan kita tersungkur dan merasa hina. Namun kasih sayang Allah SWT akan terus terbuka. Kita pun berfikir bahwa manusia yang hina dan penuh dosa memiliki peluang yang besar atas kasih sayang Allah SWT.


Untuk Apa Kita Hidup ini?

Pertanyaan ini sering muncul di setiap kesempatan. Banyak  pertanyaan ini dilontarkan diberbagai buku dan para pendakwah. Menegaskan kembali makna dari tujuan hidup manusia. Jika kita merujuk pada al-Qur'an tujuan hidup manusia adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Rasanya kita tidak bosan mengingatkan hal ini. Meskipun sederhana namun inilah hakikat kita ada di dunia ini. 


Berbicara ibadah kita tentu berbicara hubungan kita kepada Allah dan manusia. Dalam ibadah madhah yang sudah ditetapkan seperti rukun islam hendaknya kita menyadari betul setiap makna perintah kewajibannya. Pembekalan akan hal ini harus juga disandarkan pada ilmu syariat dan hakikat. Maksudnya ketika menjalankan ibadah solat, kita juga harus mempelajari detail rukun dan syarat tanpa melupakan hakikat ibadah.


Selain ibadah mahdoah, hal yang lebih luas adalah perkara bagaimana bersikap kepada kemanusiaan dan menjadi manusia (ghoiro Mahdoh). Hidup ini tidak lepas dari kebutuhan mahluk lain, entah itu manusia maupun alam sekitar dan mahluk hidup. Manusia pun diciptakan menjadi Khalifah sebagai mandat untuk melestarikan dan mengontrol keberlangsungan hidup. Hal ini selain didorong oleh semangat nilai moral juga didampingi atas dasar nilai agama. 


Norma yang sudah melekat dalam kehidupan sehari dan ajaran agama. Sudah sering kali terngiang di telinga kita setiap saat bahkan setiap mendengar khutbah di hari jumat. Perintah dan ajaran seperti saling mengasihi, menghormati, menghargai rasa-rasanya sudah khatam di kepala kita. Pengetahuan ini lanjut tidak akan berguna tanpa kesadaran diri untuk mempraktikkan dalam kehidupan sehari-sehari. Ketika kita ditimpa oleh musibah, pengetahuan tentang rasa sabar, ikhtiar lantas tidak begitu saja mudah dipraktikan ketika langsung dihadapkan oleh musibah. Hal ini tentu tidak cukup saja hanya pengetahuan, melainkan kesadaran dan latihan akan hal-hal yang kecil.


Lantas bagaimana seharusnya kita hidup? Ditengah terpaan dan metafora kehidupan dunia yang makin gelamor. Kecintaan pada dunia mengakibat disorientasi pada kebahagiaan yang sesaat. Saat itulah kita lupa bahwa kematian dan akhir hidup ada di depan mata kita. Waktu yang kita alami saat ini adalah ruang untuk menimba semua amal baik untuk dipertanggung jawabkan. Semua tindakan harus dinisbatkan atas ketundukan kepada Gusti Allah SWT. Inilah dasar manusia beribadah. 


Risalah Menasehati Diri

Siapa mahluk yang tidak pernah melakukan kesalahan di dunia ini? Ya manusia tidak pernah satu pun yang menghindar dari kesalahan khilaf dan dosa. Manusia dilahirkan fitrah, setelah dewasa mengalami proses pergulatan hidup. Sejak kecil kita dihadapkan oleh realitas hidup yang tidak menentu, berkeluarga, bersahabat hingga membutuhkan cinta. Peran keluarga dan lingkungan sangat berpengaruh bagi proses pendewasaan seseorang. Tidak kalah lingkungan ikut membentuk karakter manusia.


Agama dan tingkah laku sosial terbentuk karena keterlibatan emosional tersebut. Dari sinilah manusia mengalami proses selanjutnya, yaitu bersikap dari cara pandang yang mempengaruhinya. Setelah akil baligh semua pertanggung jawaban akan amal perbuatan manusia ditangguhkan. Kita adalah sang vioner yang menjalan misi ilahiah dalam menapaki jalan berikutnya. Beribadah dan menyembah ke pada sang Khalik adalah satu inti dari jalan spritual yang dituju. 


Jalan agama adalah jalan keimanan, artinya seorang manusia harus mengimani hal diluar nalar rasional. kepercayaan kehidupan setelah mati merupakan salah satu hal yang wajib di imani. Bahwa manusia merupakan sang zat ilahi yang juga akan kembali kepada sang Pencipta. Dunia tempat menimba amal perbuatan, dan akhirat merupakan pertanggung jawaban. Dunia tempat bersinggah sambil mengayuh untuk dipanen diakhirat.


Seperti pertanyaan sebelumnya bahwa manusia tidak pernah lepas dari salah khilaf maupun dosa. Manusia merupakan mahluk emosional yang akan terus mencari dan menelusuri kesenangan. Agama disini sebagai benteng kendali manusia. Disini Islam sebagai agama bukan untuk menjerat kebebasan manusia. Melainkan Islam sebagai cara hidup yang benar, yang lurus sesuai koridor untuk kebaikan manusia itu sendiri. 


Manusia juga mahluk yang statis. Ke imana kita sering kali luntur. Tergoda oleh kesenagan sesaat, nafsu yang tidak terkontrol hingga sikaf tamak, angkuh dan sombong merasa paling benar sendiri. Kita adalah mahluk yang lemah. Kemampuan yang kita lakukan, prestasi serta keunggulan yang kita banggakan tersebut tidak lepas dari tangan Allah SWT. 


Segelintir sifat buruk dan keimanan tersebut harus kita isi dengan siraman rohani. Caranya dengan muhasabah diri setiap hari. Menghitung keburukan dan memperbaiki kesalahan. Anggap saja manusia sama dengan smartphone yang kita genggam. Memiliki energi agar terus dapat dioperasikan. Manusia juga perlu energi dan spritual hidup agar keimanan kita menyala. Hal tersebut bisa dilakukan dalam diri kita dengan Muhasabah diri maupun diluar diri seperti mendengarkan patuah orang orang berilmu atau membaca hal-hal yang meningkatkan iman dan semangat hidup kita.

Post a Comment

أحدث أقدم