Dua hari yang lalu tag “Anjay” menjadi tranding topik di Twitter. Awalnya saya mengira bahwa tranding itu sebagai keisengan warganet yang sengaja dinaikan. Eh, ternyata dibalik kata “Anjay” ada peran Komnas PA (Komisi Nasional Perlindungan Anak) yang melarang menggunakan istilah kata “Anjay” melalui surat edaran yang tersebar.
Kronologi informasi kata "anjay" yang saya dapat dari temen kost dan di pertegas dengan informasi googling. Bermula saat pelaporan atas keresahan Lutfi Algizal, pacar dari anak penyanyi dangdut Iis Dahlia. Si Al- Ghizal melaui akun media instagramnya menulis kisah heroik dirinya yang memperjungkan generasi anak bangsa untuk tidak menggunakan kata “Anjay”. Laporan tersebut pun disambut baik oleh Komnas PA dan mengeluarkan surat edaran yang viral.
Terlepas dari itu. Saya menganggap perjuangan yang dilakukan oleh Al-ghizal ini merupakan niat yang mulia. Terlepas dari banyaknya nyinyiran netizen yang menganggap si Ghizal hanya mencari sensasi untuk menambah follower Instagram. Anggap saja anggapan keluar dari suara Bu Tejo. Bisa bener, bisa juga Salah. Iya To
Saya mengenal kata "anjay" bermula saat konotasi bahasa yang dianggap Kotor diperhalus, yang bermula kata “Anj*ing” menjadi “Anjay”. Kata anjay seringkali digunakan sebagai bentuk ekspresi dalam merespon sesuatu. "Anjay" sudah menjadi rumusan dalam bahasa gaul sehari-hari. Sebagian orang yang sering menggunakan kata “Anjay” ini sulit mengontrol manjadi subhanallah, yarhamukallah, salut, mantul, seperti saya ini. Apapun itu yang dimaksud. Kata “Anjay” tetap saja memiliki konotasi buruk. Hal ini beda lain dengan pendapat Komnas PA yang melihat perspektif ini sebagai bentuk merendahkan martabat seseorang.
Kata "anjay" menjadi delik pidana ketika memenuhi unsur ketika seseorang yang merasa tersingung dan bisa dilaporkan sebagai bentuk penghinaan/ kekerasan verbal. Namun tidak berlaku bagi seseorang sahabat yang saling menerima satu sama lain menurut penalaran surat edaran yang telah saya baca. Artinya. Jika seseorang menggunakan kata “Anjay” dan korban tidak terima. Orang tersebut melanggar pasal UU RI No 35 Tahun 2004 tentang perlindungan anak. Oh iya himbauan ini di peruntukan untuk anak-anak. Hehe
Artinya. Jika seseorang menggunakan kata “Anjay” dan korban tidak terima. Orang tersebut melanggar pasal UU RI No 35 Tahun 2004 tentang perlindungan anak
Perkembangan bahasa dilalui pada akses pola interaksi masyarakat yang berkembang. Anak gaul seringkali membuat istilah beken untuk menjalin emosional pertemanan. Bahasa gaul yang muncul juga akibat polarisasi digital dan istilah yang dibuat-buat. Pada kenyataanya. Kata gaul berkembang dan mengisi ruang-ruang interaksi publik terutama anak muda. Kalian pasti mengenal istilah yang di bulak balik seperti, Kuy yang berarti yuk. gabut, bucin, baper, gaje. Dan varian istilah lannya.
Baca Juga:
Istilah “Anjay” yang berkembang merupakan bahasa gaul. Karena memelintir bahasa aslinya yang berkonotasi negatif. Harusnya, pengunaan kata “Anjay” ini di apresiasi menjadi bahasa yang sopan. Coba banyangkan jika tidak memelintir bahaya alisnya. Bagaimana bentuk interaksi ekspresi jika tidak dipelintir menjadi “Anjay”. Hal kedua. Masyarakat kita masih mengenal norma akan nilai bahasa yang berkembang. Sehingga kata yang tidak sopan diubah menjadi istilah halus.
Interaksi dan etika komunikasi tidak mampu dikontrol oleh lembaga negara. Bahasa dan etika kesopanan memang memiliki nilai sendiri dimana masyarakat tinggal dan berkembang. Istilah bahasa kotor pada prinsipnya harus diubah dari kebiasaan tabiat pribadi seseorang sehari-hari. Namun jika dijadikan delik hukum, saya rasa banyak kejahatan verbal lainya. Seperi “kita temenan aja ya”.
إرسال تعليق