Dokter dalam upaya Melawan Covid-19 dan Stigma buruk


Gambar/foto dokter covid-19

Salah satu tugas berat yang banyak dikeluhkan adalah menjadi tenaga medis. Tentu hal ini menjadi wajar ditengah pandamik yang belum selesai. Selain itu, tenaga medis juga mendapat stigma yang tidak baik di beberapa tempat. Seperti pengucilan sampai dengan tindakan pengusiran.

Covid-19 memasuki angka kematian per-28 agustus sebanyak 7169 korban jiwa dengan total sembuh 120900 dari total positif 165887 di Indonesia. Tentunya hal ini bukan dilihat dari deretan angka yang terus bertambah. Melainkan sebagi tolak ukur seberapa jauh upaya sinergi antara peran pemerintah dan ketaatan warga negara.

Salah satu yang juga harus disoroti adalah peran tenaga medis/dokter yang berjuang melawan covid sebagai garda terdepan. Perlunya perhatian yang khusus dan dukungan penuh bagi keberlangsungan jaminan hidup untuk dirinya dan keluarganya di rumah.

Dedi Supratman selaku sebagai sekjen Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), tenaga kesehatan di Indonesia menduduki peringkat kematian terbanyak di Asia tenggara dan dunia. Mencapai 2,4 % dengan membandingkan jumlah dokter per 1000 populasi. Tentunya ini menjadi sebuah pertanyaan. Bagaimana sebenarnya pengelolaan manajemen Rumah sakit setempat hingga penyediaan APD yang kurang maksimal.

tenaga kesehatan di Indonesia menduduki peringkat kematian terbanyak di Asia tenggara dan dunia. Mencapai 2,4 % dengan membandingkan jumlah dokter per 1000 populasi.

Dilain sisi beban yang ditanggung oleh tenaga medis sangatlah berat. Mengingat mutasi penularan ini cepat dan pasien rumah sakit yang terus bertambah. Alasan lain juga penempatan rujukan rumah sakit belum merata di beberapa tempat. Sehingga pasien positif numpuk disalah satu tempat. Sampai saat ini korban meninggal dunia menurut IDI (Ikatan Dokter Indonesia) berkisar 74 dokter yang meninggal dunia diusia yang cukup produktif antara 28 hingga 34 tahun.

Menjadi tenaga kesehatan, atau tepatnya menjadi seorang dokter merupakan cita-cita yang masih banyak menjadi impian. Tugas mulia ini menjadi suatu hal yang menakutkan tatkala stigma yang dibangun di sebagian tempat membuat para calon dokter terasa lebih menakutkan ketimbang cita-cita prestisius.

Diceritakan oleh Marmi ,S.ST. melalui temanya yang berhenti menjadi seorang dokter karena menantunya tidak menghendaki, karena takut terpapar virus ini. Dilain cerita seorang ayah menyesal lantaran keputusan anaknya menjadi seorang dokter lalu melihat anaknya menjadi korban covid-19. Cerita heroik seorang dokter memang tidak akan terbayar harganya. Meski pembiayaan pendidikan terbilang mahal. Tetap saja tidak sebanding dengan tugas yang diemban.

Sebagai penutup. Hendaknya upaya penghargaan ini bukan hanya didukung oleh pemerintah melainkan juga support masyarakat yang sadar akan virus corona ini. Selain itu pemerintah juga memberikan apresiasi yang sebesar-besarnya atas tugasnya baik secara materi maupun moril.

1 تعليقات

  1. غير معرف8/30/2020

    cara penulisanya baik dan data yang disajikan pun baik. namun perlu peningkatan gagasan penulis. so far is good

    ردحذف

إرسال تعليق

أحدث أقدم