Perlindungan Hak Perempuan atas Kekerasan Seksual dalam RUU PKS


Foto demo feminis

sumber foto : kompas.com


Belum lama in, RUU PKS (Penghapusan kekerasan Sksual) di kabarkan tidak bisa disahkan karena RUU PKS ini dinilai sulit dalam pembahasanya. Informasi ini, lanjut menuai berbagai keritik dan harapan aktivis perempuan serta peran akademis. Pasalnya, UU ini sudah dibahas pada tahun 2017 dan masih belum mempunyai kepastian hukum. UU PKS dinilai merupakan hal penting untuk melindungi hak keadilan baagi korban kekerasan, karena selama ini KUHAP di Indonesia tidak mengakomodir korban kekrasan seksual dalam pemenuhan Hak dan keadilan, terutama peran korban, Dalam hal ini perempuan. Tidak hanya itu, angka kasus kekerasan seksual yang dialami perempuan mengalami kurva yang meningkat setiap tahunya. Namun  yang terjadi pelayanan atas korban kekerasan seksual tidak memadai, dan dari beberapa kasus yang melaporkan atas hal ini hanya berkisar 2.5 persen dari 10 persen kasus. Benturan dan harapan ini semakin menjadi ketika stigma perempuan yang dianggap rendah serta budaya patriarki di Indonesia yang secara sadar masih melekat.

Kasus kekerasan perempuan yang selama ini terjadi dari berbagai laporan mengungkapakan bahwa relasi kekuatan seperti atasan terhadap bawahan, hubungan keluarga menjadi peran kekerasan seksual. Perempuan yang  menjadi korban tidak mempunyai payung hukum yang jelas, sehingga harapan hukum yang kuat semakin sirna jika UU ini tidak bisa disahkan. Korban kekerasan seksual seringkali justru menjadi korban stigma buruk di masyarakat, bahkan peran penegak keadilan. kasus hukum kekerasan seksual seperti pemerkosaan, pemakasaan hubungan seksual, harus mempunyai sanksi hukum yang mampu menjerat tersangka dan juga mampu mengambil peran perlindungan korban kekerasan.

Faktanya, kekerasan seksual setiap tahun tidak pernah habis dan mengalami peningkatan. langkah preventif dan represif yang dilakukan oleh aktivis perempuan, komnas HAM Perempuan dan perlindungan anak tidak mampu membendung kasus tersebut. Faktanya justru ketika terjadi kekerasan seksual dalam pernikahan maupun diluar nikah seringkalali anggapan kekerasan seksual menjadi hal yang tabu dalam ranah privat. Lingkunagan dalam keluarga dan masyarakat setempat membentuk stigma yang dianggap wajar dalam hubungan keluarga. Seperti halnya kasus pemerkosaan yang mengakibatkan depresi hingga meninggal dunia yang dialami remaja 16 tahun di Tangerang dua pekan lalu. Kekerasan seksual seperti  harassment baik verbal maupun non verbal membuat luka serangan psikologis mental perempuan hingga tidak berani bersuara, karena ketakutan dan anggapan budaya setempat sebagai aib dalam keluarga mapun lingkungan. Dalam KUHAP tindakan pelaku seksual berlaku bagi seseorang yang sudah menikah dalam pasal 289 yang lebih khusus mengatur perkara rumah tangga. UU 23 Tahun 2004 (Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga) juga tergolong sulit dalam penangananya. umumnya kasus kekerasan seksual merupakan delik aduan yang secara konkrit bukti-bukti dalam hal ini belum tegas dan jelas pasalnya.

Kemudian, Kenapa dalam hal demikian laki-laki yang menjadi tersangka. faktanya secara peran biologis laki-laki berfungsi sebagai aktif ofensif yang berarti orang (Aktif) bertindak dalam jangka waktu yang relatif pendek.laki- laki yang sebagi subjek aktifitas prilaku.berbeda dengan perempuan secara biologis sebagi passif defensif (jangka waktu yang lama, membuahi hingga proses kehamilan) dalam hal ini, perempuan sebagai penerima atau objek bagi oknum laki-laki. Selain itu, peran stigma yang kliru dan budaya patriarki berperan sebagi pendorong tindakan tersebut.

Hukum sebagai panglima dinegeri ini harus mempunyai ketegasan dalam menjawab setiap persoalan yang berkembang. KUHAP yang dinilai tidak mengakomodir yang sudah tidak relevan harus dibuat rancangan UU baru yang lebih tegas dan jelas. Sehingga kekerasan seksual mampu diminimalisir. Juga mampu menjadi efek jera bagi tersangka. kendati demikian, RUU PKS ini harus memberikan edukatif kepada masyrakat setempat atas stigma yang berkembang, sehingga korban kekerasan berani bersuara dan menuntut keadilan. tanpa takut dengan stigma buruk yang membuat subur prilaku seksual.Gerakan aktivis perempuan maupun LBH juga harus singgap menagani kasus ini dengan memberikan pemahaman dan edukasi serta melibatkan peran psikiater untuk menumbuhkan rasa percaya diri dan menghilanhgkan trauma.Hal demikian, pencegahan bagi korban dapat terobati.

Atas alasan ini,RUU PKS harus segera di Undangan. agar menjawab persoalan hukum dan keadilan gender terutama bagi korban kekerasan seksual.


Post a Comment

أحدث أقدم