![]() |
Sumber Foto: Edit Canva |
Nggak aneh si kita sering ngurus persoalan yang dianggap sepele, padahal nggak penting penting banget. Belum lama dan masih hangat di perbincangkan oleh warga twitter persoalan pengeras suara masjid yang sampai ke sentero nusantara ngomongin hal ini. Di sisi lain persoalan ini baik untuk menambah khazanah pengetahuan, di lain sisi, ko rasanya persoalan seperti ini menjadi rumit oleh netizen sendri, pada akhirnya berbuntut pada permusuhan dan ajang ejek saling mengejek.
Kalo soal ngoceh mengoceh Negara kita memang nomer satu, sebelumnya Negara tetangga-pun kena semprot gara-gara kelakuan barbar netizen +62 menyerang warga Thailand yang melangsungkan pernikahan sesama jenis. Sampai-sampai negara kita kena ancaman di negara sana. Pokoknya udah paling hebat deh negara kita kalo dibandingin oleh Negara lain yang udah ngembangin bagaimana caranya hidup di pelanet Mars. Kita masih sibuk dan saling sikut persoalan Toa masjid.
Kembali lagi pada persoalan toa
masjid yang mulanya topik ini ramai atas penyataan Zaskia Adya Mecca yang
menyayangkan oknum yang membangunkan sahur. Titik persoalan dari toa masjid
adalah soal etika saat membangunkan sahur. Nggak butuh lama dari persolan itu,
netizen banyak yang tersinggung dan membuat hastag #zaskiaMeccaMabokToa.
Islam yang Rahmat dan
Kearifan Lokal
Banyak juga literature Islam yang
membahas tentang ajaran toleransi terhadap persoalan yang menyangkut hajad
bersama. Dalam agama Islam, disini dapat di artikan bahwa Islam sangat menjujung
toleransi, baik dalam persoalan bermuamalah dan beribadah
Persoalan di atas merupakan
persoalan antara sesama manusia (Muamalah) . Bagaimana agama Islam hadir sebagai rahmat
bagi pemeluknya. Pun persoalan dengan Toa masjid yang menganggu
keberlangsungan hajad manusia lain.
Dibalik tidak setujunya netizen
terhadap pernyataan Zaskia Mecca, tidak sedikit pula yang membenarkannya. Alasan
utama pembenarannya bahwa etika membangunkan sahur memang harus dilakukan
dengan etika dan sopan satun agar tidak menganggu orang lain yang merasa
terjozdlimi. Namun kemudian persoalan ini ditarik pada persoalan keyakinan dan
akidah. Anggapan zaskia dianggap telah menodai hati umat Islam, anggapan
seperti ; hanya orang yang munafik yang merasa panas mendengarkan ayat suci
al-Quran. Jelas ini di luar konteks dari persoalan. Sabar aja ya mbak
Di Negara Arab tempat di mana Islam hadir, pengeras suara diatur
secara ketat, Toa Masjid hanya digunakan untuk memanggil orang untuk solat. Pun sebagian
memang hal ini dibenarkan, sekali lagi tujuan utama untuk kemaslahatan, agar
umat lain tidak terganggu aktifitas oleh kebisingan.
Berbeda dengan di Negara kita. Toa
masjid sudah mendarah daging bagi bapak dan seruan untuk segala hal. Mulai dari
pengumuman pengajian yang mengharuskan menggunakan toa masjid, pengumuman orang
yang meninggal,pengajian rutin, hingga
acara di luar konteks agama, seperti pengumuman imunisasi bayi hingga persoalan
pemilihan pilkada.
Sangat di sayangkan jika kultur Indonesia yang selama ini ramai di Masjid saat membangunkan sahur itu hilang. Kultur suara pengajian ibu dan musik qasidahan itu lenyap. Ini persoalan etika. Sampai saat ini, saya masih belum mengerti bagaimana batasan etika membangunkan sahur yang baik. Kita asumsikan saja dengan hal-hal yang wajar, tidak keras juga santun dalam berucap. Mungkin maksud Mba Zaskia seperti itu.
Di kampung-kampung yang mayoritas
beragama Islam mungkin hal ini sudah terbiasa dan menjadi hal lumrah di bulan Ramadan.
Berbeda dengan Islam di perkotaan. Selain kultur dan tidak sedikit juga kaum
yang terdidik, momen persoalan ini menjadi hal yang rumit. Ya sebenarnya hal
ini lumrah dan biasa saja di lingkungan kita. Hanya ramai di media elit twitter saja yang membuatnya menjadi
persoalan mendunia.
Sikap yang harus di junjung tinggi, lagi-lagi toleransi dan sikap menghargai satu sama lain. Selagi Toa Masjid menjadi sumber kebisingan. Ada kalanya juga hal ini cukup di benarkan jika persoalan toa harus di matikan. Saya pesimis persoalan ini memang hanya menguap di media sosial. Kalaupun menjadi perhatian Khusus. Peran yang dikerahkan adalah pesan para tokoh agama yang meluruskan. Sebaliknya di kampung dan desa, jika persoalan toa menjadi rutinitas ibadah. Biarkan saja, toh saya yakin, orang-orang kampung seperti saya dan lain akan menganggap biasa saja.
Semangat berkarya semoga amanah pak kanit
ردحذفArtikelnya bagus dan sangat menarik, lanjutkan
ردحذفإرسال تعليق