Salah satu upaya untuk mencerdaskan bangsa ialah dengan membangun budaya literasi seperti membaca menulis. Tingkat literasi Indonesia berada di urutan 62 dunia di bawah Thailand dan di atas Bosnia menurut UNESCO. Hal ini berbanding terbalik dengan pengguna smartphone terbanyak di Indonesia dengan peringkat ke empat setelah India, Tiongkok dan Amerika serikat. Hal demikian mengindetifikasi kan ketimpangan antara aktivitas membaca dan aktivitas penggunaan smartphone.
Perpustakaan merupakan episentrum dalam dokumentasi kegiatan membaca yang di dalamnya menyediakan buku bacaan dalam skala kecil maupun besar. Perpustakaan disediakan guna memberikan fasilitas ruang baca dan memberikan hak warga negara untuk menikmatinya. Dalam hal ini, menurut undang-undang pembukuan;
UU No. 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan, Pasal 8 huruf B :
Masyarakat berhak mendapatkan kemudahan akses terhadap Buku Bermutu dan informasi perbukuan.
Jaminan UU ini, meingisyaratkan pentingnya pembukuan dan aktifitas membaca dengan mudah. Serta mendorong upaya fasilitas ruang baca dan melaksanakan program yang mendukung peningkatan literasi. Namun kenyataanya, amanah konstitusi ini tidak dijalankan dengan baik. Terbukti dari akses dan minimnya ruang baca di daerah tertentu yang cenderung masih berpusat di kota-kota. Padahal, hal ini ditegaskan juga pada pasal 41 huruf A dan B. tentang tanggung jawab kota atas kegiatan literasi. Poin pasal tersebut antara lain
UU No. 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan.pasal 41 huruf A dan B :
- Menyediakan buku bermutu, murah, dan merata tanpa diskriminasi
- Memfasilitasi tumbuhnya toko buku
- Melaksanakan program peningkatan minat membaca dan minat menulis
Dengan demikian, amanah kontitusi ini selain kewajiban membuat program peningkatan membaca, juga memberikan fasilitas tanpa diskriminasi. Harapan ini terus berlanjut. Disisi lain, desa tidak memiliki jaringan ini. Kesadaran aparatur desa tentang peningkatan literasi masih mengandalkan kegiatan kesadaran masyarakat sipil. Atas keresahan ini, aktifis literasi membuka program dan peningkatan membaca seperti RBK (Rumah Baca Komunitas) Yogyakarta, Gubuk baca desa yang berada di Boyolali, dan gerakan masyarakat sipil yang dilakukan oleh Ustad Assudin, dengan gerobak motornya ia melewati antar dusun bayan, Kec. Bayan, Lombok Utara. Serta banyak desa di Indonesia yang melakukan gerakan ini, dan sosok ustad Assudin lainya. Kesadaran ini tidak didukung oleh apresiasi pemerintahan setempat yang cenderung tidak peka atas problem literasi yang terjadi.
Baca Juga:
- Nasib Kegiatan Mengajar di Desa, Daring untuk siapa?
- Ruang Guru dalam Tradisi Keilmuan
- 5 Tips Penting Membuat Proposal Penelitian, Dijamin Keterima
Problem Konstitusi Peningkatan minat Baca
Selanjutnya, contoh di atas menjadi tugas bangsa dan pemerintah dalam menjalankan amanah konstitusi ini. Penyediaan perpustakaan seharusnya menjadi tanggung jawab aparatur setempat sesuai dengan pasal 41 huruf A B tentang tanggung jawabnya Pemerintahan Kabupaten dan kota. namun jika kita mengacu pada UU No. 43 tahun 2007 pasal 20 tidak ada keselarasan dengan poin di atas. Perpustakaan desa tidak dicantumkan dengan pasti. jenis perpustakaan ini yang dimaksud ialah;
UU No. 43 tahun 2007 pasal 20. Jenis Perpustakaan:
- Perpus umum
- Perpus sekolah/madrasah
- Perpus perguruan tinggiP
- Perpus khusus
Penjelasan lebih lanjut tentang jenis perpustakaan khusus ialah Pasal 25
Perpustakaan khusus menyediakan bahan perpustakaan sesuai dengan kebutuhan perpustakaan di lingkungannya.
Penyediaan perpustakaan desa tidak dipertegas. Sehingga penyediaan fasilitas buku di desa tidak selaras dengan poin pelaksanaan program peningkatan minat membaca yang telah disebutkan di atas. Problem ini menjadi krusial, pasalnya, dominasi desa merupakan tempat masyarakat tumbuh yang cenderung minim akan fasilitator perpustakaan. Ditambah, tidak adanya payung hukum dalam peningkatan literasi. Dengan demikian harus dipertegas dengan aturan yang jelas keberadaan perpustaakan desa.
Harapan
Tanggung jawab dan peran aktif meningkatkan literasi perlu melibatkan peran pemerintah dalam membuat lanjutan peraturan dibawah UU. Disisi lain, peran masyarakat ikut kontribusi dengan meluangkan waktu dan pikiran agar dua peran tersebut bisa saling terikat. Perpustakaan nasional dan daerah harus mempunyai kontribusi nyata dengan membuat agenda pengembangan perpustakaan desa yang minim akses. Lanjutnya dana APBD dan APBN bisa dikelola dan dikembangkan dengan bijak. Dengan keterlibatan payung hukum dan peran pemerintah ini, kegiatan untuk meningkatkan minat baca dapat diatasi. Terkhusus di pedesaan.
Bagus nih artikel nya, saya punya saudara di kampung. Dia pengen banget belajar, cuma tempat nya terlalu terpencil. Jadi saya kasi buku...
ردحذفkalo Minat Membaca di Desaku saat ini sungguh memprihatinkan. Khusunya remaja usia sekolah yang sudah dikuasai gadget. main game seperti mobile legend sudah menjamur dimana mana
ردحذفWah saya baru tau kalo hal semacam ini sebenarnya ada peraturannya. Berarti memang masalah literasi ini multi dimensi ya bukan cuma dari kitanya tapi peran pemerintah juga penting untuk memfasilitasi
ردحذفNice info gan
bener ini, harus dikembangkan, minat baca dii di indonesia rendah, jadi kita harus berupaya meningkatkannya dimulai dari pedesaan
ردحذفSaat ini sepertinya minat baca ke buku malah semakin rendah lagi daripada dulunnya. Banyak orang lebih memilih cara yang lebih praktis untuk mendapatkan jawaban dari apa yang ditanyakan, yaitu melalui internet. Pembaca buku mungkin yang masih setia yaitu pembaca novel atu buku buku cerita lainnya, tetapi itupun juga berkurang dengan adanya Ebook.
ردحذفDulu saya waktu smp setiap pagi ada kegiatan literasi dengan waktu 10 menit sebelum memulai pelajaran, nah saya pengen kalo kegiatan literasi ino juga ada di smk.
ردحذفmemebaca, ya saya suka sih kalau saya seperti ini ya kalau bisa ngembangin perpustakaan yang saya rasa bagus ya it's good and it's amazing
ردحذفإرسال تعليق